2.1
Pengertian Koperasi
Koperasi adalah
badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk
menyejahterakan anggotanya. Secara logika sederhana, orang akan memilih
Koperasi jika organisasi ekonomi tersebut dirasakan atau diyakini bisa
mendatangkan manfaat lebih besar baginya dari pada bentuk organisasi ekonomi
lain. Unit usaha yang dikelola koperasi juga bermacam – macam, ada Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, Koperasi Jasa, dan Koperasi Fungsional. Namun pada makalah ini yang akan dibahas adalah Koperasi
Simpan Pinjam.
Koperasi biasanya bergerak pada unit usaha
simpan pinjam (kredit), koperasi konsumsi barang, atau koperasi yang
memproduksi barang dan jasa ikut menggerakkan roda perekonomian. Bergeraknya
peredaran uang dalam sistem usaha koperasi juga ikut menghidupkan geliat
perekonomian.
Prinsip pendirian koperasi adalah
sebagai usaha bersama yang ditujukan untuk kemakmuran anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya. Pendirian koperasi juga harus mendapat pengesahan
sedagai badan hukum koperasi dari pihak yang berwenang. Sejauh ini koperasi
dengan prinsip usaha bersama atas asas kekeluargaan banyak menolong/membantu
para anggotanya.
2.2
Peran
Koperasi
1) Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosial Potensi dan kemampuan ekonomi para anggota
koperasi pada umumnya relatif kecil. Melalui koperasi, potensi dan kemampuan
ekonomi yang kecil itu dihimpun sebagai satu kesatuan, sehingga dapat membentuk
kekuatan yang lebih besar. Dengan demikian koperasi akan memiliki peluang yang
lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat pada umumnya dan anggota koperasi
pada khususnya.
2) Turut serta secara aktif dalam upaya meningkatkan
kualitas kehidupan manusia dan masyarakat Selain diharapkan untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan ekonomi para anggotanya, koperasi juga diharapkan
dapat memenuhi fungsinya sebagai wadah kerja sama ekonomi yang mampu
meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat pada umumnya.
Peningkatan kualitas kehidupan hanya bisa dicapai koperasi jika ia dapat mengembangkan
kemampuannya dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi
anggota-anggotanya serta masyarakat disekitarnya.
3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan
dan ketahanan perekonomian nasional Koperasi adalah satu-satunya bentuk
perusahaan yang dikelola secara demokratis. Berdasarkan sifat seperti itu maka
koperasi diharapkan dapat memainkan peranannya dalam menggalang dan memperkokoh
perekonomian rakyat. Oleh karena itu koperasi harus berusaha sekuat tenaga agar
memiliki kinerja usaha yang tangguh dan efisien. Sebab hanya dengan cara itulah
koperasi dapat menjadikan perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional.
4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan
perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi Sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam
sistem perekonomian Indonesia, koperasi mempunyai tanggung jawab untuk
mengembangkan perekonomian nasional bersama-sama dengan pelaku-pelaku ekonomi
lainnya. Namun koperasi mempunyai sifat-sifat khusus yang berbeda dari sifat
bentuk perusahaan lainnya, maka koperasi menempati kedudukan yang sangat
penting dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian koperasi harus
mempunyai kesungguhan untuk memiliki usaha yang sehat dan tangguh, sehingga
dengan cara tersebut koperasi dapat mengemban amanat dengan baik.
2.3
Kedudukan Koperasi
Sampai hari ini, perdebatan mengenai
posisi, kedudukan dan peran strategis koperasi, masih menjadi perdebatan yang
panjang. Akan tetapi nyatanya sampai hari ini juga perkembangan perkoperasian
terus saja mengalami kemajuan. Hal ini diakibatkan Koperasi memiliki ikatan
emosional, ikatan historical, maupun ikatan budaya dengan masyarakat kecil.
Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak terus mengembangkan koperasi
sebagai salah satu solusi bagi pemecahan masalah perekonomian bangsa.
Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup
kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD
1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu
dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu
adalah Koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang
sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Pada Penjelasan konstitusi
tersebut juga dikatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas
Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang
wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi.
Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the third way,
atau “jalan ketiga”, istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog
Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai “jalan tengah” antara kapitalisme dan
sosialisme.
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto,
Jawa Tengah pada tahun 1896. Ia mendirikan Koperasi kredit dengan tujuan
membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. R. Aria Wiriatmadja
atau Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda
dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Seorang pejabat pemerintah
Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi, Booke, juga menaruh perhatian
terhadap Koperasi. Atas dasar tesisnya, tentang dualisme sosial budaya
masyarakat Indonesia antara sektor modern dan sektor tradisional, ia berkesimpulan
bahwa sistem usaha Koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk
badan-badan usaha kapitalis. Pandangan ini agaknya disetujui oleh pemerintah
Hindia Belanda sehingga pemerintah kolonial itu mengadopsi kebijakan pembinaan
Koperasi.
Meski Koperasi tersebut berkembang pesat hingga tahun 1933-an, pemerintah
Kolonial Belanda khawatir Koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan,
namun Koperasi menjamur kembali hingga pada masa pendudukan Jepang dan
kemerdekaan. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan Koperasi di Indonesia
mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian
ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Bung Hatta meneruskan tradisi pemikiran ekonomi sebelumnya. Ketertarikannya
kepada sistem Koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke
negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an.
Walaupun ia sering mengaitkan Koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional
gotong-royong, namun persepsinya tentang Koperasi adalah sebuah organisasi
ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara
“Koperasi sosial” yang berdasarkan asas gotong royong, dengan “Koperasi
ekonomi” yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif.
Bagi Bung Hatta, Koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar
dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help
lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar.
Karena itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara
menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup,
tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud untuk
menarik mereka menjadi anggota Koperasi, setelah merasakan manfaat berhubungan
dengan Koperasi. Dengan cara itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan
sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui
persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja
sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri.
Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah Koperasi
yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah
Koperasi yang dibiarkan berkembang di pasar oleh masyarakat sendiri, tanpa
bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik negara merupakan usaha skala besar,
maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika telah bergabung dalam
Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik
di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha
kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi
wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.
Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya tiga macam Koperasi.
Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh
dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani
(termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani
pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta
juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan Koperasi produksi, guna
memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil.
Menurut Bung Hatta, tujuan Koperasi bukanlah mencari laba yang
sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi
pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik
dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa pula membangun usaha skala besar
berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari anggotanya, baik anggota Koperasi
primer maupun anggota Koperasi sekunder. Contohnya adalah industri tekstil yang
dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) dan berbagai Koperasi
batik primer.
Karena kedudukannya yang cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah
pemerintahpun berani meninggalkan kebijakan dan program pembinaan Koperasi.
Semua partai politik, dari dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI,
mencantumkan Koperasi sebagai program utama. Hanya saja kantor menteri negara
dan departemen Koperasi baru lahir di masa Orde Baru pada akhir dasarwarsa
1970-an. Karena itu, gagasan sekarang untuk menghapuskan departemen Koperasi
dan pembinaan usaha kecil dan menengah, bukan hal yang mengejutkan, karena
sebelum Orde Baru tidak dikenal kantor menteri negara atau departemen Koperasi.
Bahkan, kabinet-kabinet yang dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun tidak ada
departemen atau menteri negara yang khusus membina Koperasi.